Terbanglah Dengan Sayapmu !!!

Terbanglah Dengan Sayapmu !!!

Ketika apapun yang telah kau lakukan dengan sepenuh hati tetap saja terasa hampa, jangan ragu untuk mengepakkan sayapmu, gunakan tenagamu untuk melayang jauh. Terbanglah setinggi mungkin agar bisa kau lihat dunia yang begitu luas, dan belajarlah pada dunia yang telah kau lihat.

Minggu, 23 Januari 2011

Kita Tetap Berguna …. !!


Handphone di saku bajuku bergetar karena ada telfon masuk. Kulihat tidak ada nama yang muncul disana … nomor baru. Biasanya tidak akan aku terima ketika ada nomor tidak kukenal yang masuk, tapi entah kenapa kemarin saya angkat juga telfonku. “Dimana mas ?” sayup-sayup terdengar suara di telfon. 

“Wis tekan Gendol, gak iso nyebrang neng Gadingan, Gendol banjir …… Kosik-kosik, iki sopo yo ?” sahutku setengah teriak untuk mengalahkan gemuruhnya suara banjir lahar dingin di tepi kali Gendol Jumat sore kemarin ketika kami dalam perjalanan menghadiri undangan masyarakat dusun Gadingan, Cangkringan yang terletak persis di sisi timur sungai Gendol.
“Niki pak Mardi Gadingan” sayup-sayup terdengar jawaban dari sebrang sana.

“Oh, nyuwun pangapunten pak Mardi, kami tidak bisa menghadiri syukuran masyarakat Gadingan, terlanjur besar banjirnya dan nggak bisa nyebrang ke Gadingan” sahutku. Ya, sore itu tidak mungkin kami bisa ke dusun Gadingan yang sebenarnya sudah tampak disebrang Gendol. Kedatangan kami kalah cepat sepuluh menit dengan datangnya banjir. Dalam perjalanan dari Posko bersama mas Memed sejak dari jalan Kaliurang memang hujan turun deras sekali, jarak pandangpun terbatas, tetapi kami bertekad untuk menghadiri undangan itu sehingga dengan berbasah-basah meskipun memakai mantol hujan, kami tetap meluncur ke Gadingan. Lumayan, lebih dari 25 KM jaraknya dari Posko.

Baru kali ini bisa kami saksikan sendiri bagaimana kondisi ketika banjir lahar dingin menerjang. Batu gunung sebesar meja bergelindingan terbawa arus air bercampur dengan gelondongan batang pohon dan pasir sehingga menimbulkan suara bergemuruh. Sepanjang aliran sungai mengeluarkan asap putih tebal seperti awan putih membumbung dari dasar sungai yang bahkan aliran airnyapun pada awalnya tidak nampak karena tertutup asap itu. Aroma belerang menyengat di hidung. Dusun Gadingan disebrang Gendol yang hanya berjarak limapuluh meterpun tidak nampak karena asap itu. Padahal ketika kondisi cuaca cerah, aliran Gendol nampak bersahabat, tidak banyak asap yang muncul seperti pada awal-awal Erupsi terjadi. Tetapi agaknya sisa-sisa erupsi dilapis bawah masih panas, sehingga ketika terkena air akan mengeluarkan asap. 

“Sampeyan mandhap sampai perikanan, terus belok kiri sampai tanggul lagi; sebelum tanggul ambil kanan mentok lewat candi, kemudian belok kiri lagi nyebrang dari sana saja. Kalau sudah nyebrang, mentok saja sampai SD negeri Ngancar, terus belok kiri lurus saja ke utara. Pokoknya tetap kami tunggu” sahut pak Mardi. Semangat kami yang mulai nglokro ketika dihadang banjir jadi berkobar lagi mendengar permintaan itu. Bagaimanapun kami harus menyebrang Gendol dari sisi bawah.

Kamipun menuruti arahan pak Mardi. Sampai Posko Gadingan kami dapati sepi, pintupun terkunci. “Pak Mardi, kami sudah sampai di depan Posko tapi kok sepi ?” tanyaku melalui telfon.
“Ooo… sudah sampai nggih…. Sampeyan balik saja ke timur, saya tunggu di pinggir jalan” jawab pak Mardi. Dan kamipun putar arah, tidak jauh dari Posko Gadingan, sekitar tujuhpuluhlima meter sampailah kami di lokasi syukuran. Kami datang terlambat, masyarakat sudah banyak yang pulang karena kuatir mendengar gemuruh banjir Gendol beberapa waktu lalu. Disana masih kami temui banyak relawan dari posko lain. 

Sungguh terharu rasanya bisa ketemu “teman seperjuangan” yang semula tidak saling kenal kemudian berbaur, bekerjasama dan dipersatukan oleh semangat kemanusiaan. Ya, sungguh kami bersyukur atas inisiatif masyarakat setempat yang mengundang para relawan dari berbagai posko yang selama ini membantu mereka untuk berkumpul bersama, karena disana kami temukan makna hidup lain. Kami sempat ngobrol dengan posko-posko lain tentang tindaklanjut penanganan lebih lanjut. Tanpa meremehkan posko lain, kami sangat tertarik dengan kiprah komunitas seni classical malioboro Yogyakarta yang terdiri dari anak-anak muda dengan dandanan ala mereka, yang sepintas hanya memikirkan penampilan diri sendiri dengan berbagai asesoris yang menempel dari kaki sampai kepala, namun ternyata begitu pedulinya dengan beban yang menghimpit masyarakat yang semula tidak dikenalnya juga. Sisi kemanusiaan mereka tidak luntur hanya karena jiwa seni yang merasuk dalam diri mereka, Salut kami untuk teman-teman pekerja seni di malioboro. 

Satu lagi pelajaran saya dapat, ternyata apapun potensi kita masih dibutuhkan dan bisa berguna bagi orang lain. Tidak perlu lagi berkecil hati dengan apa yang kita punya, tidak perlu lagi berkecil hati dengan apa kemampuan kita, tidak perlu lagi berkecil hati dengan apapun kesulitan yang menghadang di depan, karena masih banyak orang yang akan mau membantu kita untuk mencapai apa yang kita inginkan. Tetap semangat ....... karena kita masih berguna ……. !!

Minggu pagi, mendung masih menggelayut di atas Jogja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar